Kamis, 01 April 2010

Ujian Nasional Online, Mungkinkah?

Kontroversi pelaksanaan ujian nasional tahun ini rupanya kurang mendapat tempat dalam catatan media. Selain mesti bersaing dengan kasus-kasus besar yang menyita perhatian khalayak –seperti heboh makelar kasus- ujian nasional tak lagi seksi untuk diperdebatkan. Pasalnya, pemerintah masih terus saja lenggang kangkung melaksanakan UN untuk siswa sekolah menengah di tengah hamtaman pengritiknya.
Apapun alasan pemerintah untuk tetap menggelar ujian nasional harus kita hargai seperti layaknya kita juga menghargai suara-suara yang menolak ujian nasional.
Debat kusir yang menghabiskan energi ini selayaknya diakhiri dengan menemukan satu titik persamaan. Kalaupun kebijakan ujian nasional ini sangat penting untuk melihat sejauh mana pencapaian siswa dalam menguasai materi pelajaran, sebaiknya pemerintah memperhatikan juga bahwa penentuan kelulusan siswa tidak serta merta ditentukan dari hasil UN tersebut.
Betapa tidak, ujian nasional kini menjadi satu momok yang menakutkan bagi seluruh siswa. Tentu ini sangat bertentangan dengan prinsip dasar belajar yaitu belajar akan sangat optimal apabila tanpa disertai tekanan.
Kabar terakhir datang dari Cilacap. Nurhayati, siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Boedi Oetomo, Kecamatan Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, meninggal dunia setelah pingsan saat mengerjakan ujian nasional (UN) Kamis (25/3). Seperti yang diberitakan Antara, berdasarkan pengakuan orang tua korban, Nurhayati belajar hingga larut malam untuk mempersiapkan diri menghadapi UN hari keempat. Selain itu Nurhayati sempat menjalani ritual puasa selama ujian sehingga hampir selama empat hari ujian itu dia tidak pernah sarapan, demikian penjelasan orang tuanya.
Fenomena ini mungkin ibarat gunung es, Nurhayati adalah satu dari banyak siswa-siswa yang harus menjadi korban ujian nasional. Di beberapa daerah ada yang mengalami pingsan, stress, tertidur di dalam kelas bahkan kesurupan. Praktis ujian nasional yang hanya mengukur aspek kognitif saja telah menimbulkan kerugian.
Belum lagi kendala lain seperti distribusi soal, kesalahan dalam penggunaan lembar jawaban komputer, kesalahan pengunaan pensil 2B membuat siswa berharap-harap cemas. Apakah lembar jawaban komputernya tidak rusak selama dalam perjalanan? apakah pensil 2B yang digunakan asli atau palsu? dan lain sebagainya. Kecemasan-kecemasan ini makin membuat siswa-siswa tidak optimal dalam mengerjakan soal-soal. Akhirnya yang muncul adalah ketidakadilan. Siswa yang secara kognitif pintar bahkan bisa gagal karena tersandung masalah teknis.
Menjadi pertanyaan adalah mungkinkah ujian nasional dapat dilakukan secara online? Model ujian secara online memang sudah banyak diterapkan di beberapa lembaga untuk tujuan sertifikasi. Mekanisme yang dilakukan memang tetap terkontrol di satu ruangan, di mana para peserta ujian menggunakan user name yang sudah ditentukan. Biasanya ujian online ini diadakan dengan peserta kurang dari seribu orang mengingat kapasitas brandwith dari server yang digunakan. Ini untuk menjaga agar setiap peserta memperoleh kecepatan mengakses data yang sama.
Kendala yang dihadapi jika ujian nasional dilakukan secara online terletak pada infrastruktur. Provider internet tentu ogah menyediakan jaringan yang begitu rumit sementara ujian nasional hanya berlangsung sekali setahun. Ini tentu berbeda dengan ujian sertifikasi online yang dalam setahun bisa berlangsung selama empat kali. Biaya investasi tentu akan jauh lebih besar.
Selain itu, jumlah peserta ujian nasional online yang bisa menembus angka jutaan orang adalah salah satu kendala tersendiri. Sebab dengan serentak mengakses ujian nasional online diperlukan kapasitas brandwith yang amat besar pula. Ini untuk menghindari kelambatan atau kegagalan dalam mengakses data. Belum lagi masalah hardware yaitu komputer. Tidak setiap sekolah memiliki laboratorium komputer sejumlah besar siswa peserta ujian nasional. Ini tentu juga merupakan suatu kendala.
Namun untuk sebuah gagasan sah-sah saja bila ujian nasional online ini layak untuk dijadikan bahan kajian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

follow @atrahus