Selasa, 15 Oktober 2013

Wanita Itu Bernama Irma Kusumasari


                18 Juni 2006, aku renggut dia dari keluarganya. Berbekal kemampuanku menaklukkan wanita, entah kenapa dia langsung percaya. Aku yang tak punya apa-apa, bahkan tak bermodal apa-apa berani-beraninya mengajaknya mengarungi bahtera rumah tangga.
                Dia tinggalkan dan tanggalkan kenikmatan, kelapangan, kebahagiaan yang didapat dari keluarganya hanya untuk hidup bersamaku. Padahal aku belum bisa memberinya masa depan. Aku baru setahun lulus kuliah, bahkan pekerjaan pertamaku atas budi baiknya. Tapi tekadku sudah bulat, apalagi calon mertua selalu menanyakan, “ Bapak gak mau loh, liat kalian berdua-berduaan terus..bapak takut dosa!” kemudian sambungnya dengan logat Sunda yang kental beliau berujar, “Sok atuh, Tata disegerakan!”
                Akhirnya dengan mengucap bismillahi rahmannir rahiim, lisanpun berkata, “saya terima nikahnya Irma Kusumasari binti Ali Thoyib dengan mas kawin emas 10gr dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!”  Seketika itu pula bersahutan orang berkata, “sah..sah..sah!!!”
                Kini tujuh tahun telah berlalu, suka dan duka telah kami jalani. Khusus untuk bagian ini saya tak ingin cerita panjang lebar. Sebab terlalu banyak yang mesti dikisahkan. Seperti yang sudah disinggung semula, Irma Kusumasari telah rela menanggalkan semua kesenangan pribadinya semasa gadis hanya untuk bersamaku. Hidupnya bahagia, apa yang diinginkannya bisa segera terpenuhi, kemauannya selalu mudah dituruti. Ia tidak mengenal kata nanti, besok ya kalau ada, atau janji-janji surga sebatas penenang gusarnya.
 Sementara bersamaku, ia sudah terbiasa termakan janji. Pernah suatu ketika, ia ingin sekali dibelikan sepatu, tapi aku belum ada uang aku cuma punya janji, “nanti yah, kalau ayah ada uang!” aku mencoba menenangkannya. Ia jarang sekali ku belikan baju bagus, bahkan beli baju bisa dihitung dengan jari. Padahal semasa gadisnya dahulu, setiap minggu sekali ia selalu ganti koleksi sepatu, tas dan baju. Uang jajannya kala itu, untuk ukuran mahasiswa sebayanya tergolong yang paling besar. Duaratus ribu tiap minggu.  Bahkan karena dahulu belum banyak tersedia mesin ATM setor tunai, petugas teller bank sampai hafal wajah supir ayahnya karena setiap minggu, ia selalu ditugasi menyetor uang untuk putri kesayangannya nun jauh di sana.    
                Irma Kusumasari rela menanggalkan segala gemerlap kehidupannya bersamaku, -Suharta Ristian Dwiputra- orang yang banyak harta sebatas di nama.  Hebatnya Irma, meski baju yang dipunya adalah koleksi-koleksinya semasa gadis, namun ia pandai memadupadankan. Tak terlihat seperti baju usang karena ia pandai memainkan warna. Merombak bentuk, memodifikasi bahkan tak jarang tambal sulam sehingga tercipta suatu kreasi pakaian yang baru. Bahkan ada kawan yang berseloroh, “wah Irma glamor nih pakaiannya bagus-bagus….!” Dalam hati istriku bergumam, “Hhmm, gak tau aja lo,, ini baju bekas semua…mana bisa suamiku beliin baju-baju bagus”.
 Bersamaku, Irma tak lagi mencari baju di mal terkenal atau pusat perbelanjaan mewah. Percaya atau tidak, ia lebih sering mengaduk-mengaduk keranjang baju diskon, itupun di toko baju sisa eksport atau yang lebih dikenal sebagai baju inang-inang yang selembarnya seharga lima ribuan.
                Banyak perempuan yang bersedia hidup bersama laki-laki dalam keadaan sulit. Tapi jarang sekali ada perempuan yang masih bersedia hidup dalam kesulitan bersama laki-laki yang telah mengkhianatinya. Namun, kenyataannya masih ada wanita yang bersedia untuk itu. Dan itu ada pada diri Irma Kusumasari. Betapa tidak, dalam kesulitan hidup, menanggalkan kebahagiaan yang semestinya bisa ia dapat dari keluarganya, Irma malah mendapat perlakuan buruk dari lelakinya. Ya, aku berkhianat. Membuatnya sakit hati dan menodai rumah tangga ini. Noktah merah sudah tertulis, tidak sekali, bahkan hingga berulang kali.  Semestinya ia bisa memilih untuk pergi dan mencari kebahagiaan lain di sana. Tapi ia masih bertahan, bertahan hingga kini.
                Jika banyak wanita lain memilih pergi sebab sudah punya cukup alasan, tapi tidak dengan Irma.  Aku sempat kehilangan pekerjaan. Tidak bisa memberinya nafkah, bahkan ia sudah berulangkali dikhianati, disakiti, dan lain sebagainya. Sebenarnya sudah cukup alasan bagi Irma untuk meninggalkanku dan pergi kepada orang lain yang bisa membahagiakannya, melindunginya, mencukupinya, menghargainya dan lain sebagainya.  
                Saat aku kehilangan pekerjaan dalam waktu yang mendadak, aku panik. Bulan ini berarti tidak ada penghasilan, anak istriku bagaimana? Sewaktu masih bekerja saja banyak kebutuhannya yang tak bisa kupenuhi, bagaimana jika sekarang tidak ada pekerjaan sama sekali???. Aku hampir stress, walaupun aku sudah stress dari dulu, tapi syukurnya Irma tidak tahu itu.
Dari bibirnya yang mungil lantas keluarlah dengan tenang sebuah ucapan “Sudah ga usah sedih, coba hubungi Azis minta kerjaan sama dia, mungkin dia bisa bantu”. Aku lantas menghubungi Azis, Presiden Sedekah Harian, kami memang beberapa bulan terakhir aktif menjadi relawannya. Mendengar berita aku yang sudah jobless, Azis mencoba mencarikan solusi. Ia menyuruhku bertemu rekannya Edisman Adiguna, aku belum kenal siapa dia. Kata Azis, “Pokoknya ente ketemu aja dulu orang ini, kalo bisa besok ke Cikini, ini alamatnya” begitu pesan Azis melalui pesan di facebook.
Singkatnya, bertemulah aku dengan Edisman. Tak lupa pula aku mengajak istriku. Bukan apa-apa, sebab jika berduaan bertemu dengan yang bukan mahromnya, maka yang ketiga setan. Beruntung di tempat pertemuan itu tidak hanya bertiga, tapi ada rekan-rekan yang lain dari Sedekah Harian. Syukurlah, akhirnya tidak ada di antara kami yang dianggap setan, karena jumlah yang hadir lebih dari tiga. Pertemuan itu berlangsung padat, karena ternyata itu adalah pertemuan Badan Pengurus Harian Sedekah Harian. Jadi mereka membahas rapat rutin dan di akhir rapat yang panjang itu, diberikanlah kesempatan aku untuk bicara. Edisman pun memperkenalkan aku dan istriku, setelah itu Edisman angkat bicara “Saudara kita ini, seorang standup comedian dan kita membutuhkan kemampuannya untuk membantu kita mensosialisasikan Gerakan #SedekahSehariSeribu melalui komunitas kita Sedekah Harian!!”
Aku gugup, tidak menyangka bakal secepat itu. Belum sempat aku berkata, Edisman melanjutkan ucapannya, “Oke di antara kalian ada yang ingin bertanya?” wajahnya menatap ke seluruh peserta yang hadir.
Salah seorang mengangkat tangan, “Jadi ngapain tugasnya saudara kita ini???” tanyanya dengan penasaran.
 “Nah, itulah mengapa saya undang saudara kita ini kemari, biar bisa menjelaskan!!!” Aku tersentak mendengar ucapan Edisman, makin tersentak lagi ketika telunjuknya mengarah ke wajahku. “Boro-boro mau presentasi program, lah disuruh ke Cikini aja kupikir bakal dikasih sedekah buat menyambung hidup, lah ini malah disuruh presentasi,” aku terus bergumam. Aku pun bicara ngalor-ngidul sekenanya, bahkan bukan cuma soal apa yang akan aku kerjakan nanti, sessi itu malah lebih mirip curhat masalah keluarga. Dari situ gagasan #SENDAWA pun dimulai. Hingga akhirnya aku harus memperbaiki usulanku dalam bentuk yang lebih terstruktur lagi lewat medium powerpoint, untuk dipresentasikan pada pertemuan selanjutnya.    
SENDAWA (Sedekah & Canda Tawa) adalah inisiatif program yang dibuat olehku berdasarkan arahan dari Edisman. Bentuknya sederhana, aku hanya diminta standup comedy dengan diselingi ajakan untuk mengenal komunitas @sedekahharian dan ikut program #sedekahsehariseribu. Tentu jika ingin mengajak orang, kita dahulu harus memulainya. Maka dari itu, aku pun akhirnya ikut gerakan #sedekahsehariseribu sambil aku terus mensosialisasikannya lewat medium standup comedy yang ku bisa lakukan. SENDAWA mulai merambah kemana-mana, tidak hanya dipublikasi lewat social media atau jalur online, tapi juga dikenal melalui media offline.http://suc.metrotvnews.com/article/kolom/71
SENDAWA tidak berbayar. Aku juga bingung bagaimana nanti nasib periuk nasiku jika program ini gratisan. Secara pragmatis demikianlah kalkulasi kita sebagai manusia di atas kertas. Bagi Allah SWT ternyata tidak demikian. Benarlah janji Allah SWT, “barang siapa yang menolong agama, niscaya Allah SWT akan menolongnya”. Anggap saja aku sedang bertransaksi, berjual-beli dengan Allah. Dan ternyata berjual beli dengan Allah SWT tidak pernah ada ruginya.
Keyakinan itu terus aku tanam, tak lupa pula istriku menguatkan. Sedikit demi sedikit jadwal SENDAWA mulai berjalan. Hampir setiap bulan, ada saja panggilan mengisi acara #SENDAWA, entah itu di sekolah, kampus, komunitas remaja mesjid, komunitas hobi, mal dan perkantoran. Terkadang, selepas acara SENDAWA ada saja yang memanggil untuk mengisi di tempat lain. Contoh, saat mengisi di sekolah, ternyata ada guru yang melihat dan guru ini aktivis partai tertentu, akhirnya aku diminta mengisi di acara partai.http://www.pkspasarminggu.org/2013/08/gallery-halal-bi-halal-dpc-pks-pasar.html Nah, peserta yang hadir di acara partai tersebut, ada saja simpatisan yang memiliki jabatan di kantor atau menjadi pengusaha, membutuhkan seorang standup comedian, akhirnya aku pun bertukar kartu nama. Dan sepanjang bulan itu selepas aku tidak bekerja, aku hampir tidak pernah ingat bahwa ternyata kami tidak pernah kelaparan. Terus menerus rezeki menghampiri. Kekhawatiran akan tidak punya uang sirna. Bahkan aku sampai harus bingung mengatur jadwal. Hingga  schedule untuk bulan berikut dan dua bulan berikutnya sudah ada yang booking. Alhamdulillah, aku tidak hanya merambah di kegiatan off air tapi juga kini mendapat tawaran mengisi on air di radio, hingga bisa punya acara sendiri.
Dari sinilah aku tersadar, tak ada ruginya jika berjual beli pada Allah SWT. Aku menangis membaca QS Al HAdid :11 “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak” bergetarlah hatiku. Ingatanku seolah melambung pada dua-tiga bulan sebelum ini. Kegalauan, kegelisahan, kebingungan karena tidak memiliki pekerjaan tiba-tiba mendadak hilang ketika aku memutuskan kerja hanya untuk Allah SWT.  Aku pun teringat ucapan Azis, Edisman dan rekan-rekan lainnya di Sedekah Harian, “kami ga bisa kasih apa-apa loh…semuanya di sini kerja hanya untuk Allah,, jangan harap dapat apa-apa ya dari sedekah harian..” dan pesan itu terus terngiang, terus terngiang, hingga meresap ke dalam relung hati. Aku pinjamkan waktuku untuk Allah, aku pinjamkan tenagaku untuk Allah, aku pinjamkan keahlianku untuk Allah dan ternyata aku mendapat balasan yang berlipat, padahal waktuku, keahlianku, tenagaku juga sebenarnya milik Allah… aku termenung. Aku terdiam. Ternyata Allah SWT tengah menunjukkan sifat Maha Rahman dan Rahimnya. Dia yang memberikan segalanya untuk kita, tubuh kita, tenaga kita, keahlian kita, hakikatnya bukan punya kita, melainkan punya Dia. Seharusnya tanpa diminta pun kita wajib mengembalikannya, tapi Allah SWT hanya meminta kita meminjamkan sesuatu yang sebenarnya milik Dia. Anehnya, Allah SWT malah memberikan balasan atas pinjaman itu bahkan pahala berlipat atas sesuatu pinjaman yang  hakikatnya milikNya juga. Sampai sini bingung ‘kan kalian? Saya juga bingung pada logika ini. Secara hitungan ekonomis jelas ngawur, mengikuti hukum fisika kesetimbangan jelas ngaco, apalagi hukum aksi dan reaksi dari ilmu kimia.
Tanpa bermaksud riya (padahal sedekah cuma Rp 30.000 tidak pantas disebut riya), tadi sempat saya singgung bahwa selain ber SENDAWA (Sedekah & Canda Tawa), saya juga ikut program #SedekahSehariSeribu. Jadi sebulan saya sedekah ke @sedekahharian sebesar Rp 30.000, sebuah angka yang kecil. Dan anda tahu berapa penghasilan yang saya dapat selama berSENDAWA ke sana ke mari? Setelah saya hitung ternyata angkanya menembus dua setengah juta rupiah. Bahkan kadang angkanya bisa melebihi dari itu. Saya tercengang kembali..benarlah yang disampaikan Allah SWT dalam firmanNya, “perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah Melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui “ (QS, Al Baqarah : 261). Jadi, keherananku soal munculnya rezeki dua juta setengah dari sedekah tigapuluh ribu terjawab sudah!
Perlahan aku mulai menemukan titik terang. Kehidupan ekonomi dan sosialku kembali membaik. Aku pun kembali bersemangat menata hidup. Apalagi kini aku mengerjakan sesuatu bidang pekerjaan yang merupakan kesenanganku. Aku siaran pagi di radio bahana 101,8 FM jam 6-10 pagi. Pada siang harinya di hari rabu aku siaran di radio kanal KPK membawakan program komedi. Setelah itu aku pulang. Sabtu-Minggu, ngemsi atau standup comedy baik komersial maupun social. Praktis “resminya” jadwal kerjaku setiap hari cuma siaran 4 jam, ya kerjaku cuma 4 jam untuk dunia. 20 jam nya lagi harus untuk Allah. Aku berSENDAWA, berSedekah Canda Tawa. Ini yang 20 jam sehari aku lakukan.

Betapa sempurnanya hidup. Dan hidupku jadi lebih sempurna, karena seorang Irma Kusumasari. Ia tidak saja sanggup menemaniku bertahun-tahun dalam penderitaan, namun ia jua yang menuntunku pada Sedekah Harian.

Selasa, 03 September 2013

Sedekah Canda dan Tawa Kian Merambah Kemana-mana


Sedekah Canda Tawa (SENDAWA) adalah bentuk sosialisasi komunitas @sedekahharian dengan menggunakan medium standup comedy.  Setelah Ramadhan 1434 lalu sukses di gelar di beberapa sekolah SMU di sekitaran Jabodetabek, di antaranya SMU Suluh Jakarta Selatan, SMU al Mudattsiriyah Jakarta Pusat,  SMP/SMU Cendekia Bogor, SMU 2 Depok dan SMIT Al Marjan, Pondok Gede Bekasi, kini SENDAWA mulai merambah kemana-mana.
Kami Siap #SedekahSehariSeribu !!!

Tak sebatas hadir di sekolah, SENDAWA juga hadir di komunitas rumah baca DALUANG, Bedahan Depok. Selain menghibur dalam rangka launching Rumah Baca Daluang, Atrahus juga memperkenalkan program #sedekahsehari seribu kepada komunitas baca Daluang. Selain itu SENDAWA juga ikut meramaikan suasana Pesantren Remaja Mesjid Nurul Mu-min Depok, pada akhir Juli 2013 lalu.
Serius menyimak SENDAWA

Segala usia meriahkan SENDAWA

Suasana agak sedikit berbeda terjadi saat Atrahus menghibur warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Salemba, ketika buka puasa bersama Sedekah Harian dan lembaga kemanusiaan lainnya. Ada rasa tegang, grogi, dan khawatir karena menghibur mereka yang sekian lama mendekam di rumah tahanan tanpa pernah tersentuh oleh hiburan.
Mereka yang butuh hiburan dari lembaga pemasyarakatan

Setelah Idul Fitri, SENDAWA hadir mengisi Halal bi Halal yang diselenggarakan sebuah partai dakwah di salah satu tempat wisata di Ragunan, Pasar Minggu.   Acara tersebut dihadiri ratusan ibu-ibu dan bapak-bapak serta anak-anak, juga  itu dihadiri oleh Anggota DPR RI, Pak Igo Ilham, serta anggota DPRD DKI Jakarta , Ibu Rifkoh Abriani.

standup comedian bergaya ustad
ibu-ibu yang heboh menyimak SENDAWA



daftar program #SedekahSehari5ribu
SENDAWA terus bergulir dan menjangkau lapisan yang lebih luas lagi. Undangan mengisi SENDAWA juga datang dari ISTB (Indonesian School of Technology and Bussines). Di kala kegiatan OSPEK yang melelahkan, seluruh mahasiswa baru kampus ISTB berhasil dibuat tertawa. Bahkan dari kegiatan SENDAWA di sana, ada beberapa mahasiswa dan dosen yang mendaftar ikut program #SdekahSehariSeribu. 
petugas melayani donatur sedekah on the spot
OSPEK yang dihibur SENDAWA



Senin, 02 September 2013

Menanti Sosok JK Muda


Menarik untuk memulai membicarakan siapa pengganti Yudhoyono mulai saat ini. Setelah pada periode-periode sebelumnya, episode suksesi kepemimpinan kita selalu melahirkan juara karbitan.
Mengapa juara karbitan selayaknya acara reality show pencarian bakat? Ini faktanya,  pasca reformasi rakyat  seketika tersihir dan menentukan pilihan pada calon pemimimpinnya berdasarkan dahsyatnya pencitraan yang mereka ciptakan.
Kita ingat, bagaimana  Abdurahhman Wahid terpilih sebagai presiden karena dicitrakan sebagai  pemersatu, padahal partainya senediri bukan pemenang pemilu kala itu. Selepas Gus Dur dilengserkan, Megawati yang lantas menggantikannya beberapa tahun kemudian juga mendapat pencitraan sebagai pemenang pemilu yang dikelabui dan pada akhinya mengundang simpati. Pun demikian dengan Yudhoyono yang langsung menyabet perhatian dan menjungkirbalikkan logika publik lewat aktingnya yang memikat sebagai jenderal berkelakuan anak  kecil, begitu sesumbar (alm) Taufik Kiemas kala itu. Yudhoyono piawai memainkan drama dan seolah berada di pihak protagonist sebagai korban pendzaliman. Ia pun akhirnya menuai simpati pemirsa layar kaca kita yang sebagian besar ibu-ibu pencandu sinetron.
Apakah kita punya pemimpin yang lahir bukan dari hasil pencitraan? Jawabannya ada.   Dan satu nama yang mengemuka di kepala saya adalah Jusuf Kalla.  Secara pribadi saya bisa mengatakan bahwa dalam kurun waktu 13 tahun reformasi ini saya hanya  memiliki presiden yang kebetulan diwakili saat itu oleh Jusuf Kalla. 
Semenjak kemunculannya sebagai menteri di era Abdurrahman Wahid, beliau termasuk tokoh yang terkenal memiliki prinsip. Hingga itu yang membuatnya tersingkir sebagai menteri di kabinet Gus Dur karena tuduhan keterlibatan KKN yang hingga kini tidak terbukti.  Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan tidak mengalami suatu masalah apapun. Kemundurannya dari kabinet hanya semata  ingin  maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu.
Kepiawaian JK dalam urusan kepemimpinan ditengarai dari kiprahnya pada bisnis keluarga yang diwarisi dari ayahnya Hadji Kalla. Usaha Hadji Kalla tersebut meliputi beberapa kelompok perusahaan di berbagai bidang industri. Tahun 1968, Jusuf Kalla muda menjadi CEO dari NV Hadji Kalla. Di bawah kepemimpinannya, NV Hadji Kalla berkembang dari sekedar bisnis ekspor-impor, meluas ke bidang-bidang perhotelan, konstruksi, pejualan kendaraan, perkapalan, real estate, transportasi, peternakan udang, kelapa sawit, dan telekomunikasi.
Tak heran saat menjadi wapres di era Yudhoyono banyak keputusan-keputusan berkaitan dengan pembangunan inftrastruktur, kebijakan dan rencana pembangunan melibatkan sentuhan tangan dingin Kalla. Kita pasti ingat kebijakan Kalla menambah pasokan listrik Jawa Bali 100.000 MW dengan pembangunan beberapa PLTU, kemudian Kalla begitu gencar mempertahankan Blok Cepu, konversi minyak tanah yang begitu ditentang namun kini perlahan terasa manfaatnya, menolak pembelian pesawat dari Xian Aircraft yang penuh aroma kolusi dan sederet keputusan penting lainnya. Bahkan beberapa wartawan istana wapres pernah menyebutnya presiden sesungguhnya untuk sekadar menunjukkan bahwa beliau sangat tahu betul bagaimana caranya mengurus negara.
Pada beberapa kesempatan sosok kenegarawanan JK justru muncul dari sikapnya yang menunjukkan “orang kebanyakan” seperti menanggalkan safari dan lebih memilih mengenakan pakaian resmi wapres sebuah kemeja lengan pendek warna putih tanpa dimasukkan, memperlihatkan sepatunya yang buatan Cibaduyut, selalu berpidato tanpa teks dan diselingi guyonan khas ala JK, rajin bertemu dan menyapa rakyat di pasar, terminal, lingkungan sekitar Teuku Umar tempat ia biasa melakukan jogging, dan sebanyak mungkin menghindari protokoler demi semata menikmati diri sebagai orang biasa.
Sayang, pada tahun 2009 JK gagal menyandang gelar presiden –meski ia pun tak begitu silau dengan gelar itu-.  Kedekatannya pada basis massa Islam dan pilihannya bersanding dengan Wiranto ditengarai menjadi batu sandungan bagi langkahnya menuju RI-1.  Saat itu sentimen  agama begitu kental memengaruhi pilihan publik. Poster JK-Win yang bersanding dengan istri masing-masing yang berjilbab menjadi amunisi bagi lawan politik melakukan propaganda. Pun demikian dengan status Wiranto sebagai tokoh yang bertanggung jawab terhadap tragedi HAM di tanah air menjadi sasaran empuk lawan politk untuk melakukan black campaign. Padahal seandainya JK benar-benar menjadi presiden mungkin keadaan akan jauh lebih baik.
Kini menjelang suksesi kepemimpinan.2014, sosok JK secara fisik mungkin sudah tidak dapat diharapkan.  Lelaki kelahiran Watampone, 15 Mei 1942 ini telah menginjak usia yang tidak muda lagi. Meski kegesitannya masih nampak saat memimpin rombongan PMI mengunjungi Mentawai saat dilanda tsunami di tahun lalu. Padahal seharusnya sang presiden yang mengayomi rakyatnya-lah yang semestinya datang jauh-hauh hari.
Kepiawaiannya memimpin Dewan Mesjid Indonesia memberi banyak memberikan inpsirasi bagi kemajuan jutaan masjid di seluruh Indonesia. Begitupun saat menjadi Ketua Delegasi Indonesia dan berhasil menembus Junta Militer Myanmar untuk menyampaikan bantuan bagi pengungsi muslim Rohingya adalah bukti bahwa tipikal pemimpin yang mampu memberi solusi ada pada sosok JK.
Bangsa ini memerlukan sosok pemikir dan pengambil keputusan seperti JK namun dalam casing yang lebih muda. Bangsa ini perlu sosok yang segar, cerdas, santun, low profile, memiliki jaringan yang luas baik di dalam maupun di luar negeri. Semoga regenerasi kepemimpinan bangsa ini berjalan dengan track yang benar sehingga tak lagi muncul figur-figur karbitan gaya Indonesia Idol atau Artis You Tube yang terkenal sesaat lalu cepat dilupakan. 


Selamat Tinggal Demokrat!



Atrahus[1]
Membicarakan pemilu di Indonesia terasa menarik jika yang dibahas adalah suksesi kepemimpinan. Meski nyatanya, proses pemilu diawali dengan pemilihan anggota egislatif, jauh-jauh hari justru yang santer terdengar adalah hiruk pikuk memilih calon presiden dan wakil presiden. Artinya, pemilu di Indonesia dikesankan hanya mencari sosok pemimpin nasional di lembaga eksekutif. 
Maka tak heran, hingar bingar politik di Indonesia terus bergejolak di sekitaran figur siapa yang bakal menjadi presiden. Semua mahfum, bila pemimpin partai di Indonesia –entah itu ketua umum atau presiden partai-  selalu digadang-gadang menjadi presiden dan wakil presiden.  
Setidaknya sudah muncul beberapa nama yang mengemuka, seperti Joko Widodo, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Wiranto, hingga Jusuf Kalla. Tragisnya tidak ada nama yang muncul dari Partai Demokrat, partai yang mengantarkan SBY menjadi presiden dua periode.
Demokrat sepertinya sedang kebakaran jenggot.. Kisruh partai yang diawali dari kasus Nazaruddin yang akhirnya menjungkalkan Anas, soliditas partai yang terpecah menjadi banyak faksi, hingga tak jelasnya arah dan tujuan partai dalam menyikapi kasus-kasus yang menderanya menjadikan Demokrat seperti masuk angin.
Suka atau tidak suka, harus diakui Demokrat dibangun atas dasar figur. Sebagai partai berbasis figure, Demokrat jelas akan kehilangan pamor selepas SBY pensiun. Beberapa pengamat malah lebih ekstrim menyebut bahwa Demokrat adalah sekumpulan fans SBY. Kelahiran Partai Demokrat kala itu memang tak lepas dari peran SBY dan keberhasilannya pun semata karena figuritasnya. Hingga kini Demokrat belum menampakkan jago yang siap dielus-elus. Penyebutan nama Ibu Any Yudhoyono sebagai capres juga sebatas kosmetik politik, pun demikian dengan keterlibatan Ibas putra bungsu SBY ataupun Pramono Edhi tak lebih dari simbol penerus trah Yudhoyono.  Nyatanya sebagai sekjen atau anggota DPR pun Ibas tak banyak menonjol, begitu juga Pramono Edhi belum nyata betul teruji. 
Demokrat terus memutar otak menaikkan elektabilitas, hingga ditemui satu solusi yaitu dengan menggelar konvensi. Sudah banyak yang menduga, konvensi ini hanya akal-akalan belaka. Bahkan yang lebih parah beberapa tokoh besar dari luar partaipun sudah menyatakan ogah mengikuti konvensi.
Rakyat sepertinya sudah mulai cerdas. Ide untuk konvensi tak lebih dari sekedar pencitraan semata. Memang selama 15 tahun suksesi kepemimpinan di negeri ini dibumbui drama layaknya opera sabun mandi atau ajang pencarian bakat yang menguras emosi dan mendatangkan simpati. Juara yang terpilih pun kualitasnya belum teruji, untuk tidak dikatakan juara karbitan asal jadi.
Tiga periode kepemimpinan yang lalu memang selayaknya acara reality show pencarian bakat, publik seketika tersihir menentukan pilihan pemenang hanya karena dahsyatnya pencitraan. Abdurahhman Wahid terpilih sebagai presiden karena dicitrakan sebagai  pemersatu, Megawati yang lantas menggantikannya beberapa tahun kemudian juga mendapat pencitraan sebagai pemenang pemilu yang dikelabui dan pada akhinya mengundang simpati, pun demikian dengan Yudhoyono yang langsung menyabet perhatian dan menjungkirbalikkan logika publik lewat aktingnya yang memikat sebagai “jenderal berkelakuan anak  kecil,”  sesumbar (alm) Taufiq Kiemas kala itu. 
Cukup sudah tiga periode suksesi kepemimpinan kita diselimuti oleh sandiwara dan tumpahan air mata buaya. Semoga kali ini rakyat tidak tersihir oleh parodi konvensi yang semata untuk mengaburkan imaji.




[1] Guru, Standup Comedian, Pekerja Sosial tinggal di Depok

Selasa, 06 Agustus 2013

Jejak #SENDAWA

Dapet banyak Inspirasi dari acaraaa SedekahHarian;) @SedekahHarian : #Sendawa

@atrahus keren bgt gokil abiss semoga anak2 indonesia lebih banyak bersedekah

Mengajak Sedekah dgn cara Stand up @atrahus Arigatou udah dateng ke Suluh :3

@atrahus syukron bang buat SENDAWA bermanfaat sekali (y) @SedekahHarian :)

@atrahus makasi banget ka sendawanya keren banget cc: @SedekahHarian

Hasna ‏@hasnanuri 25 Juli Makasih ya kakak2 @SedekahHarian dan kak @atrahus yang   udh dateng ke Alma! :D kapan2 kesini lagi, ketawa2 lagi! :D


Kutipan tersebut saya cuplik dari kicauan siswa/i yang sempat mampir ke akun twitter saya. Saya sengaja meminta siswa/i menyampaikan kesan pesannya setelah mengikuti acara #SENDAWA (Sedekah Canda & Tawa) yang belum lama ini dihelat.
Mungkin di antara kalian masih awam apa itu #SENDAWA? Ya ini sebenarnya program sederhana dari komunitas @sedekahharian yang ingin mendekatkan diri di kalangan generasi muda melalui medium standup comedy yang sedang digandrungi.
Komunitas @sedekahharian adalah gerakan sederhana untuk berbagi melalui media alternative (facebook, twitter, Blackberry Messenger, SMS dll). Kepedulian yang disatukan melalui media social untuk mengurai masalah bangsa, demikian kira-kira visi dari komunitas ini. Agar rasa kepedulian ini massif dan menggurita ke seluruh pelosok negeri, maka perlu dilakukan upaya kampanye penyadarannya. Berdasarkan survey yang dilakukan di beberapa sekolah yang di datangi ternyata Nampak sebuah data sebagai berikut:
 

Sayang, dari 99% pengguna akun twitter itu sangat sedikit sekali yang mengenal komunitas @sedekahharian. Terlihat pada data berikut:
 






                        Berangkat dari data tersebut, maka diputuskanlah untuk membuat suatu terobosan baru mensosialisasikan komunitas @sedekahharian melalu suatu kegiatan yang bernama #SENDAWA (Sedekah Canda & Tawa). Maka, dimulailah rencana menyambangi beberapa sekolah untuk menghadirkan #SENDAWA di sana. Acaranya sederhana, standup comedy berdurasi 15-20 menit diselingi gimmick-gimmick yang berhubungan dengan brand @sedekahharian.
                        Atrahus –seorang comic yang juga relawan @sedekahharian- akhirnya didapuk untuk menjalankan misi mulia ini. Kemampuannya yang cukup mumpuni di dunia standup comedy disertai pengalamannya sebagai guru yang menghadapi murid-murid di sekolahnya, membuatnya percaya diri berdiri di hadapan ratusan siswa/i untuk ber-standup comedy sekaligus berkampanye tentang Gerakan #SedekahSehariSeribu tagline yang diusung oleh @sedekahharian.
                        Dalam suatu jokes-nya atrahus berujar, “Ramadhan identik dengan seribu, ada seribu berkah, malam seribu bulan, begitupun @sedekahharian, punya program gerakan #SedekahSehariSeribu, kemudian #SebarSeribuNasiBungkus,, pokoknya semua serba seribu,,sebab kalau serba delapan ribu, itu biasanya warung nasi padang”  Tawa pun pecah membahana. Kemudian atrahus menohok kesadaran mereka dengan mengatakan, “Di @sedekahharian kita ada program #SebarseribuNasibungkus, terus terang kita kasih nasi bungkus bukan nasi kotak. Sebab kita tak ingin menipu. Biasanya kalau nasi kotak pas dibuka, nasinya tidak kotak, selalu bulat sepert mangkok…”  
            Begitulah cara atrahus mensosialisasikan @sedekahharian melalui kegiatan #SENDAWA-nya. Alhamdulillah setelah ditanya kepada siswa melalui angket kecil-kecilan (sebab kalao angket besar-besara nanti dikira sombong..) sebagain besar siswa akhirnya tahu @sedekahharian nih seperti diagram berikut ini

                        Harapan besarnya adalah setelah mereka mengetahui @sedekahharian setidaknya mereka mendapatkan informasi yang berhubungan dengan kegiatan berbagi dan terdorong untuk mengikuti akun @sedekahharian. Sehingga pada akhirnya mereka memiliki semangat untuk terus menularkan virus kebaikan dan menjadikan sedekah sebagai bagian dari gaya hidup.  

Minggu, 21 Juli 2013

Sendawa di Cendekia





           Sendawa (sedekah dan canda tawa) adalah kegiatan yang dilakukan komunitas @sedekahharian guna mendekatkan sedekah di kalangan generasi muda. Sedekah Harian merasa perlu menularkan virus kebaikan yang menjadikan sedekah sebagai gaya hidup yang bisa dilakukan di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.  Format acara standup comedy yang kini menjadi tren di kalangan muda, dipilih sebagai media menyampaikan pesan tersebut.
           Maka datanglah @sedekahharian bersama @atrahus yang merupakan comic –istilah bagi pelaku standup comedy- ke Sekolah  Cendekia, di pinggiran kota Bogor tepatnya di wilayah Ciseeng, Parung. Yang menarik, murid-murid di sekolah ini berasal dari mereka yang tak mampu, sehingga tak ada pungutan biaya sedikit pun, alias gratis. Hingga detik ini.
           Sebelum @atrahus tampil ber-standup comedy, siswa/siswi SMP-SMA Cendekia yang berjumlah hampir 170-an orang ini menyaksikan terlebih dahulu pertunjukan seni dari rekan-rekannya. Ada yang menampilkan paduan suara, tari saman dan marawis. Semua tampak menikmati acara hari itu, hingga tiba akhirnya @atrahus tampil sekitar 30 menit untuk mengocok perut siswa/siswi dhuafa tersebut.
             
           Kegembiraan terpancar dari wajah-wajah mereka. Tidak da sedikitpun raut kesedihan di wajah mereka, meski kami tahu mereka masih berjuang untuk dapat hidup lebih layak lagi.   Kini, sebanyak tak kurang dari 200 anak yang menuntut ilmu di sekolah cendekia ini. Malah, seorang lulusannya ada yang meneruskan ke ITB dengan bea siswa pemda JABAR. Rata-rata para lulusannya sudah bekerja di instansi swasta.
         Kehadiran SENDAWA (Sedekah dan Canda Tawa) mampu menghadirkan kegembiraan di sekolah. Hal ini diamini oleh pihak sekolah yang juga punya cita-cita yang sama, yaitu para siswa diharapkan bisa belajar lebih enjoy dimana pembelajaran sekolah menekankan pada asas  multiple intelligent. Para guru di Cendekia juga berusaha mewujudkan kurikulum yang berdasar pada paradigm bahwa muridlah yang menjadi subjek pembelajaran, lebih aktif dan kreatif dalam bereksplorasi, sedangkan guru hanyalah sekedar pembimbing.  Harapannya, setelah kegiatan SENDAWA ini murid tidak hanya bisa enjoy tapi juga bisa action untuk menjadikan mereka manusia-manusia yang bermanfaat bagi lingkugan sekitar.